KOLAKA,WN—Salah satu peran Perum Bulog sebagai lembaga yang bertugas menjaga ketahanan pangan nasional memiliki peran strategis dalam menyalurkan beras kepada masyarakat, baik melalui program bantuan sosial, operasi pasar, maupun penjualan komersial.
Meski demikian yang menjadi masalah serta kendala yang dihadapi khususnya sarana gudang Bulog Kolaka tidak mampu menampung gabah petani yang dibeli ketika musim panen tiba. Hal itu disampaikan Kepala Perum Bulog Kolaka Sulawesi Tenggara(Sultra) Deni Narde saat ditemui media ini di ruang kerjanya pada (27/10/2025).
Deni menjelaskan bahwa luas areal panen petani Kolaka sekira 11 ribu hingga 13 ribu hektare, bilamana dikonversi keproduksi gabah itu mencapai 60 ribu ton dalam sekali musim panen.
“Sementara kapasitas daya tampung gudang Bulog Kolaka hanya bisa menampung sampai 70 ribu ton,”jelas Deni.
Selain kapasitas gudang tidak memadai untuk menampung gabah petani kata Deni, Bulog Kolaka juga tidak memiliki sarana alat mesin pengering gabah, sementara hasil produksi gabah petani Kolaka secara keseluruhan bisa mencapai 200 ton.
“Untuk mengeringkan gabah yang dibeli dari petani harus menyewa mesin pengering milik pengusaha, itupun juga harus bersabar menunggu karena pasti pengusaha tentunya lebih dulu mengutamakan untuk kepentingan usahanya,”kata Deni.
Dikatakannya bahwa sesuai instruksi presiden(Inpres) Bulog ditugaskan untuk membeli gabah cadangan beras hanya tiga juta ton secara nasional dengan harga Rp6.500 perkilonya, dan Bulog Kolaka ditargetkan sebanyak 14 ribu ton, dan sudah terealisasi sebanyak 32 ribu ton pada semester pertama Agustus 2025.
“Saat ini masih memiliki stok beras digudang sebanyak 28 ribu ton, dan ini belum ada petunjuk untuk disalurkan, kalau beras ini terlalu lama disimpan di gudang maka akan mempengaruhi kualitas beras bisa berubah warna. Karena batas maksimal menyimpan beras di gudang itu maksimal 18 bulan itupun kalau kadar airnya diambang batas maksimal 10 persen,”ujarnya.
Ditanya terkait masalah keluhan sejumlah petani dilapangan yang gabahnya tidak bisa dibeli oleh Bulog, hal itu dibenarkan oleh Deni, bahwa permasalahan tersebut sering terjadi di lapangan ketika Bulog ingin membeli gabah petani, tetapi karena mutu gabah petani yang tidak berkualitas atau gabah kurang berisi, tetapi kadang kala petani memaksakan untuk menjual dengan harga Rp 6.500/kg.
“Ini juga kami tidak bisa lakukan, karena itu bisa terindikasi pelanggaran karena itu sudah menyalahi standar operasional yang dikakukan,” kata Deni.
Selain itu permasalahan lain kata Deni meski gabah petani yang ingin dibeli oleh Bulog sesuai harga standar pemerintah sebesar Rp6.500,-/kg namun kadang petaninya yang tidak mau gabahnya dibeli Bulog, karena petani saat mulai melakukan pengolahan sawah biaya operasionalnya semuanya ditanggung oleh tengkulak, sehingga harga gabah petani sepenuhnya ditentukan oleh tengkulak.
“Nah inilah permasalahan klasik petani di lapangan sering kali dijumpai, dan tentunya kondisi ini juga tidak bisa dibiarkan karena akan merugikan petani itu sendiri dan kita berharap Pemerintah Daerah harus turun tangan memberikan solusinya,”ujar Deni.
Menurut Deni bahwa untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan peran aktif Pemerintah Daerah dalam mengawasi praktik jual beli di tingkat petani serta memperkuat akses pembiayaan dan fasilitas pascapanen. Dengan demikian, petani tidak lagi bergantung pada tengkulak sehingga bisa menjual hasil panennya dengan harga yang layak sesuai kebijakan pemerintah, sehingga stabilitas harga gabah tetap terjaga.
“Diharapkan Pemerintah Daerah bisa mengintervensi dalam penanganan izin-izin usaha penggilingan milik swasta agar bisa membantu petani. ” Karena Bulog hanya bisa menyeimbangkan harga sesuai dengan peraturan Pemerintah dan tidak memiliki kuasa untuk melakukan intervensi kepada pedagang dan pengusaha penggilingan,”harapnya.
Dalam hal pembelian gabah kepada petani kata Deni, pihak Bulog membeli gabah petani tidak melakukan transaksi secara tunai kepada petani karena semua di lakukan oleh Bulog Pusat. Petugas Bulog Kolaka hanya melakukan input data rekening petani dan pembayarannya dilakukan oleh Bulog pusat langsung masuk ke rekening petani.
“Kami membeli gabah petani tidak pernah melakukan pembayaran secara tunai, petugas hanya melakukan input data serta meminta nomor rekening petani karena yang membayar adalah Bulog Pusat dan uangnya langsung masuk ke rekening petani,”pungkas Deni.(**)
>
News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door